Monday, March 2, 2015

#NgenesElegan : Mengais Koin

Semalam saya belanja ke supermarket terdekat. Pada saat mengantri, saya merogoh kantong jaket saya untuk mengambil koin2 uyang saya bawa. Kemudian saya hitung koinnya sau persatu. Sejenak saya tertegun dan memandangi koin2 itu untuk beberapa detik lamanya. Aku menarik nafas panjang dan tersenyum kecil sebelum akhirnya tiba giliranku untuk memproses barang2 yang kuambil.

Pagi ini, aku masih kepikiran dengan koin2 itu. Ya...koin2 itu mengingatkan memoriku pada sekitar hampir 9 tahun yang lalu. Tahun 2005. Ketika aku pertama kali benar2 keluar untuk hidup sendiri.

Aku pindah ke solo untuk berkuliah D3. Sejak bulan pertama pindah, ayahku hanya sanggup membekaliku dengan uang 250.000 rupiah. Saya jarang sekali pulang ke rumah, paling cepat 4 bulan sekali pulang. Meskipun akhir2 kuliah hampir sebulan sekali pulang, apalagi pas mau ke jepang, halah

 Kami memang keluarga yang "garuh" (sulit untuk diungkapkan dalam bahasa indonesia artinya) untuk dikategorikan. Bapak PNS guru SMP, dan ibu hanya ibu rumah tangga yang kadang2 jualan barang secara kredit cicil. Sedangkan latar belakang kjeluarga kedua orang tuaku adalah yang ter-pandang di desanya. Orang mengira kami serba kecukupan dengan status ke-PNS-an nya bapak. Namun, jujur saja, secara ekonomi, keluargaku lumayan melarat. Aku selalu mengatakan bahwa saat kecil, bahkan untuk menikmati makan enak saja, aku harus menunggu hingga salah satu sanak saudara ada yang mengadakan acara, atau bapak dapat undangan kenduri. Sehari2, tahu dan tempe adalah makanan ter-enak bagi kami. Indomi saja kami makan pakai nasi, dibagi lagi.

Beruntung kost saya yang legendaris itu (kapan2 saya ceritakan), bayarnya 100.000 pada saat saya masuk. Jadi setidaknya saya masih punya 150.000 untuk hidup. Cukupkah? Tentu saja tidak. Apalagi, saat itu belum ada USB disk, apa2 masih pakai disket dan perkuliahan pun masih memakai OHP (Over Head Projector). Otomatis setiap selesai perkuliahan, kami harus fotocopy materi kuliah. Parahnya, pas ada praktikum, otomatis kadang harus mengeluarkan duit ektra jika praktikumnya harus ke lahan yang mengharuskan saya untuk ngebis. Tak jarang juga saya nunggak bayar kos karena uangnya saya harus pakai untuk keperluan lain. Beruntung pemilik kos baik banget sehingga tidak mengusir saya hehehe.

Tiap mendekati akhir bulan, saya seringkali harus mengais koin2 di kamar. Mengumpulkan ratusan dan 5 ratusan yang mungkin saja tercecer. Sekedar untuk membeli nasi sebungkus untuk dimakan 3 kali. Tak heran saat itu saya sangat kurus sekali, sekitar 35-37 kg. Makanya, teman2 lama saya kalau liat saya di foto selalu bilang " KAMU KOQ GENDUT BANGET!!!!! ", PADAHAL BERAT SAYA CUMA 48 KG/150.2 CM yang notabene itu adalah berat ideal.

Karena itu, ngutang adalah salah satu hal yang (bahkan sampai saat ini) sering saya lakukan. beruntung saya punya teman2 baik yang sudi mengutangi saya. Terima kasiiiih sekali, terutama teman saya yang namanya Rani, Budi dan Bowo. Hampir tiap bulan saya ngutang mereka hahaha. Tak jarang juga saya menghubungi satu2nya adek perempuan bapak di jakarta untuk ngutang. Bilangnya sih ngutang, tapi sampai sekarang ga pernah saya bayar huahahahaha.

Saya juga selalu memutar otak agar bisa survive. Pernah saya jadi agen fotocopy. Karena dengan fotocopy banyak, saya selalu dapat kortingan dari mas2 tukang fotocopy. Kortingan itu yang selalu saya jadikan laba untuk masuk ke kantong sendiri. Dan ketika banyak teman yang juga jadi agen foto copy, lahan bisnis saya jadi berkurang.

Beruntung saya dibekali dengan kemampuan komputer oleh bapak. Akhirnya saya dengan susah payah membawa komputer dan printer dari rumah untuk saya jadikan lahan bisnis. Print2an laporan dan tugas. Biasanya di luar, satu lembar 200 rupiah untuk ngeprint hitam putih. Saya saat itu menghargai 150 rupiah. Kadang pula saya bawa sekardus kertas HVS dari rumah untuk stok.

Lambat laun, komputer semakin mudah diakses dan banyak orang yang punya. Apalagi sejak terkenalnya laptop. Print2an saya mulai tidak laku karena teman2 lebih suka ngeprint di rumah sendiri. Namun lagi2 Tuhan menyelamatkan saya. Masih ada 4 orang sahabat saya yang tergabung dalam Mbah Pri and The Genk, yaitu Budi, Joko, Eko dan Priyanto yang selalu sudi untuk mengeprint di tempat saya. Padahal mereka bisa saja ngeprimt di luar sambil nongkrong, tapi mereka memilih untuk membantu satu2nya cewek di dalam genk itu. Hiks...saya benar2 terharuuuuuuu.

Saya selalu jalan kaki dari kostan ke kampus. Lewat lorong kecil antara TBS dan kampus STSI (Sekarang ISI Solo). Dulu lorong itu masih berupa jalan setapak di sebelah lapangan besar, sehingga masih aman. Sampai tahun 2008, ketika minggu pertama saya masuk sebagai mahasiswa matrikulasi S1, saya tidak berani lagi lewat situ, karena pembangunan Taman budaya Solo saat itu menutup sebelah jalan setapak menjadi lorong panjang. Setelah itu, saya jalan dari komplek ISI ke gerbang belakang dan sampai ke FP. Kadang kalau ke Solo GrandMall saya jg jalan kaki lho, atau pinjam sepeda tetangga. Saking nggak punya uangnya. Padahal ke Mall juga cuma jalan muter nggak beli2 juga. hehehe

2008 puji syukur pada Tuhan, program sertifikasi dari pemerintah diluncurkan. bapak menerima sertifikasi. Tadinya saya sudah bertekad untuk cari kerja. Atau menikah muda. Tapi bapak bilang saya untuk lanjut S1. Dan uang saku saya bertambah menjadi 500.000 sebulan. Kala itu masih pas2an juga, tapi setidaknya cukup untuk makan dan jalan2 dengan teman2. Demi tambahan uang saku, saya melamar jadi penjaga warnet. Bh@ning Net tempat saya bekerja, saya menemukan keluarga baru yang begitu baik sekali. Terutama Mas Yayan, dan mas Mukti. kalau bukan hasil merayu Mas Mukti, mungkin saya ga akan diterima di Bh@ning hahahahhaah. Dan mas yayan yang selalu saya repotkan setiap hari berkat keusilan saya.

Hidup memang penuh dengan cerita. Saat ini saya duduk menulis di depan komputer. memandang segelas kopi Caffe Latte yang dulu, di waktu itu, tak pernah mampu untuk membeli yang beginian.

Tuhan.....entah kejutan apa lagi yang akan Kau berikan di hari esok. Tapi, kenangan mengais koin saat itu benar2 membuatku mengerti susahnya mencari hidup enak. Kadang iri dengan anak2 pejabat, anak2 orang kaya. mereka tak pernah mikir bagaimana untuk makan besok. Untuk itulah, saya dipersiapkan Tuhan untuk benar2 berusaha keras. Kelak, aku tak akan membiarkan anak2ku bekerja sekeras ini. Aku akan mengajari mereka susahnya hidup, namun tidak dengan keterbatasan yang berlebih. Lain dari itu, aku bersyukur atas keadaan ini. Mungkin jika tidak melewati ini, aku tak akan mengerti bagaimana orang tuaku bekerja keras mencukupi kebutuhan kami.


Hari esok biarlah masih misteri. hari ini, sengenes apapun hidup, akan aku jalani dengan elegan. Meski harus ngutang lagi, meski harus mengais koin lagi. Suatu hari pasti akan kembali ke posisi nyaman lagi.

credit from http://desktop-wallpapers.net/finance/coins_wallpaper.html



EmoticonEmoticon