Sunday, November 15, 2015

Deteriorasi Kedewasaan

Hai halo..lama sekali saya tidak menyapa semuanya dengan blog ini. Maklum lah, saya sedang dilanda kesibukan yang begitu padat untuk bergoler2 ria di kasur, hehe. Bercanda. Kebetulan bulan2 ini saya banyak sekali aktivitas dari yang dikejar deadline, dikejar kereta, sampai dikejar mas2. Emm...yang terakhir nggak sih, aku yang ngejar mas2, tepatnya mas2 yang sering jualan ubi bakar keliling kompleks. Maklum, akhir2 ini saya bermasalah dengan kentut heuheu.

Anyway, sahabat saya dari SMP kemarin meluangkan waktu untuk mengunjungi saya selama satu minggu full ke Jepang. Dan kita merapel obrolan 10 tahun tidak ketemu dalam waktu satu minggu. Buanyak sekali hal2 yang kami obrolkan dan gosipkan. Dari masa lalu, hingga mengomentari hidup orang melalui sosial medianya. [Disclaimer] maaf ya teman2 kalau kami mengomentari status2 kalian, tapi saya yakin koq, kalian juga pasti sering mengomentari kehidupan kami kaaan....hayoo ngakuuu....

Satu hal yang menarik untuk kemudian saya pikirkan lebih lanjut adalah, yaitu tentang masa lalu saya yang bisa dibilang berwarna sekali. Saking berwarnanya, membuat saya, jujur saja, malu dan tertawa keras jika mengingatnya. Tapi, terlepas dari itu semua, saya mau menggaris -bawahi bahwa setiap perjalanan hidup kita adalah merupakan sebuah proses yang akan membuat kita jadi dewasa.

Baiklah, saya akui, saya saat ada dalam usia sekolah, yang notabene selalu menjadi yang termuda umurnya, benar2 begitu alay dan kekanak2an. Saya kalo mengingatnya aja sampe malu. Namun, saat ini saya menertawakan diri saya keras sekali. Beberapa teman yang bertemu kembali dengan saya mengatakan bahwa saya saat ini menjadi orang yang berbeda dengan yang biasa mereka kenal saat saya sekolah dulu. Meskipun saya sebenarnya tidak merasakan apa yang berbeda dengan diri saya. Emm..mungkin saya tambah tinggi sedikit dari teman2 yang dulu saat sekolah lebih tinggi dari saya. Dan..emmm...mungkin saya sekarang lebih gemuk dari yang mereka biasa melihat saya anorexia dengan perut besar seperti cacingan saat sekolah dulu.

Tapi, percakapan dengan saya lebih saya garis bawahi tentang perkembangan pola pikir. Terlebih setelah era sosial media. Terlepas dari apa yang kami alami, dan kami hanya berkomentar akan yang orang lain alami, dan kami yakin orang lain juga mengomentari apa yang kami alami. lebih dari sepuluh tahun yang lalu, kita pastilah punya cinta monyet. Dan beberapa cinta monyet kami seakan sudah entahlah. Dalam hidup saya pun, saya melihat dari satu tema itu saja, sikap orang berbeda2.

Ada banyak (saya akui) yang sempat saya taksir, meskipun tidak ada dari mereka yang kemudian membalasnya. Namun, dari kesemuanya, saya bisa benar2 melihat kepribadian orang. Sebagian dari mereka, saat ini, lebih dari sepuluh tahun kemudian, justru menjadi teman baik saya. Namun sebagian kecil dari mereka sampai saat ini menjadi seperti musuh. Tepatnya dua orang. Padahal, mereka itu siapa sih? Nggak selevel Vidi Aldiano atau Afgan, atau paling tidak, mereka juga nggak selevel Kang Fedri atau Kang Chandra para pejabat PPI J deh. Sahabat saya mengatakan, ada yang salah dengan pola pikir mereka, dan saya membenarkan itu.

Iya. Mungkin memang tidak seharusnya menjadi kebencian yang berlarut2. Sampai lebih dari 10 tahun. Toh juga, saya pun sudah tidak tertarik dengan mereka. Err....maaf, beda level (kibas poni). Seakan mereka seperti orang paling tampan dan kaya dan populer. Reaksi saya hanya... NGAKAK.

Tapi, hal yang seperti itu juga tidak bisa dipersalahkan secara gamblang. Karena itu bukan lagi masalah antara saya dengan 2 orang itu (saya analogikan dengan nama Satu dan Cilukba - yang satu sekolah dengan saya pasti tau hahaha). Masalah seperti ini, sudah menjadi masalah antara mereka dengan diri mereka sendiri. Tidak dipungkiri, saya juga pernah ada dalam situasi membenci seseorang dalam waktu yang lama. Meski hanya sekitar 3 tahun saja. Namun, saya kemudian menyadari, bahwa dalam kehidupan, segala macam proses pendewasaan diri itu pasti terjadi.

Pada suatu saat, kita memang berbuat kesalahan. Menyakiti orang lain. Kemudian layak untuk dibenci. Ataupun kita tersakiti orang lain, kemudian membenci mereka. Namun, satu yang kita harus pahami, bahwa hidup ini ada sebab ada akibat. Hidup ini terjadi karena ada alasan yang kita tidak akan mampu untuk mengerti dan memahami semuanya. Dan satu hal yang harus dipercaya, bahwa setiap kejadian dalam hidup ini sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada hakikat yang sia2.

Yang kedua, kami menggaris bawahi tentang curhatan teman2 kami di facebook. Yang mana mereka kebanyakan sudah berumah tangga. Baiklah, untuk hal ini saya juga merupakan orang yang cukup aktif di facebook. Saya juga sempat ada dalam fase - membagi semua kejadian di facebook- . Untunglah karena kesibukan saya berguling2 ria di laboratorium, membuat saya lebih suka ngeshare sesuatu hal yang lucu, nyinyiran sarkastik atau tentang keilmuan. Untunglah juga, saya menjauhkan ngeshare tetang private life saya kepada kolega2. Kecuali yang sering berhubungan dan bertemu dengan saya, pasti nggak tau pacar saya yang mana kaaaan?? heuheuheu.

Ada cerita, dulu, waktu jaman2 labil saya yang na'udzubillah amit2 gitu, saya pernah ditegur oleh seorang -mantan teman-, katanya, "mbak, jangan ngeshare semua hal ttg hidupmu di facebook". Dan hampir 5 tahun kemudian, saya lihat timeline facebooknya, semuaaaaaa penuh dengan curhatan2 dia. Reaksi saya....NGAKAK. Banyak teman yang berkata seperti itu dulu. Saat mereka masih single. Dan setelah berumah tangga, malah jadi kebalikan. Ada yang curhat ttg masalah rumah tangga nya, ada yang curhat ttg kesepiannya ditinggal2 kerja suami, ada yang inilah itu lah. Kalo soal ngeshare ttg foto anak, info2 soal perkembangan anak sih gapapa ya. Kan jadi bisa belajar kalo2 punya anak nanti.

Kemudian saya berfikir. Sepertinya, teman2 saya dulu terlihat sangat dewasa dari saya yang kata sahabat saya enerjik, dan penuh semangat (dia mau bilang kekanak2an tapi nggak berani haha). tapi, sekarang, saya lihat malah seakan berkebalikan. Atau lebih tepat bila saya bilang, kemunduran dewasa. Deteriorasi kedewasaan. Dan betapa sosial media membuat proses deteriorasinya begitu signifikan. Mungkin saya pun begitu, tanpa saya sadari. Sehingga saya menarik benang merah versi saya, tidak lain adalah, bahwa kita butuh tempat untuk berbicara. Tempat untuk bersosialisasi secara mengasyikkan. Tempat dimana kita bisa ngakak bareng teman, atau melakukan hal2 menyenangkan. Tidak harus dengan teman2 sejawat. Namun bersama suami juga bisa. Dan kesimpulan saya dan sahabat saya adalah, bahwa wanita memang butuh dimengerti. sekali pria mengerti wanita, maka segala macam rahasia dan kekurangan pria akan dijamin aman.

Dan...seperti yang saya bilang tadi, saya nampaknya juga mengalami deteriorasi kedewasaan. Buktinya, serial digimon adventure Tri yang akan keluar hari sabtu besok beanr2 membuat saya excited dan bela2in ngosongin jadwal demi ngantri premier. Oh oh...memang, ternyata saya masih belum berubah koq. Cuma upgrade level sedikit lebih tinggi heuheu.

Jadi, daripada bingung baca "curhatan" saya, mending dengerin lagu opening Digimon Adventure versi 2015 sebagai pembuka serial baru Digimon Adventure Tri



EmoticonEmoticon