Wednesday, April 20, 2016

Dibalik Makna Hari Kartini

Memperingati hari Kartini, saya ingin mencoba menguraikan mengapa Hari Kartini, mengapa bukan Hari Dewi Sartika, Kristina Martha Tiahahu atau Tjut Nyak Dien, dari fingerprint saya yang tidak umum ini.

https://plus.google.com/116394702931313140679/posts

Menurut Wikipedia, Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879  dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Berhenti saja disitu, karena lengkapnya bisa dibaca di Wikipedia. Kartini meninggal muda, dalam usia 25 tahun. Diusia segitu, saya bahkan sedang galau2nya mau thesis defense. Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Mengapa Kartini?

Pada masa itu, Belanda menjajah Indonesia. Kita semua tahu itu. Dan pahlawan wanita lainnya lebih banyak memanggul senjata, bergerilya dan melakukan peran heroik lainnya. Namun, tidak semua perempuan mampu menjadi heroine. Bagi masyarakat jawa, wanita adalah tabu untuk berpendidikan tinggi. Bahkan hingga saat ini, masih saja banyak anggapan bahwa wanita berpendidikan tinggi akan susah jodoh bagi orang jawa. Pada saat itu, saya dapat sedikit merasakan bahwa Kartini, yang terlahir dengan sangat cerdas, terkekang sekali keinginannya untuk belajar dan memahami dunia luar. Mungkin saja, beliau ingin jadi seorang scientist atau ekonom. Kita tak pernah tahu. Namun, keadaan dan adat memaksa beliau untuk menjadi burung di dalam sangkar. Dengan surat2 beliau, beliau tuangkan pemikiran2 beliau dalam keadaan yang serba keterbatasan.

Mengapa Kartini?

Karena Kartini pada saat itu melakukan hal yang tidak umum. Anti mainstream kalau kata anak alay tahun kemarin. Ketika para heroine di daerah lain bergerilya kesana kemari, dia menulis dengan wawasannya yang dia dapat dari hasil membaca. Sesuatu yang mungkin tidak dipunyai (atau tidak digunakan) oleh heroine lainnya seperti Christina Martha Tiahahu dkk.

Mengapa bukan Dewi Sartika?

Karena Dewi Sartika berperan setelah Kartini. Meneruskan jejak perjuangan kartini untuk membuka sekolah bagi para wanita. Kan Kartini adalah pelopornya.

Sudahlah, daripada berdebat, mengapa Hari Kartini, bukan hari Tjut Nyak Dien, mendingan kita lebih memaknai hari kartini sebagai hari yang bersejarah bagi kaum wanita. Cobalah merenung sedikit wahai para wanita. Mungkin, jika Kartini tidak diangkat, maka kita, masih terkungkung dalam anggapan bahwa wanita tidak boleh berpendidikan tinggi.

Pro atau kontra, terlepas dari itu semua, nggak ada gunanya kita berdebat hari kartini atau hari heroine lain. Toh, beliau semua sekarang sudah beristirahat tenang. Dan tidak pernah menggugat mengapa bukan namanya yang digunakan sebagai peringatan.

Hari Kartini, atau hari pahlawan wanita apapun itu, seharusnya digunakan untuk mengaca, sudahkah kita berkontribusi pada dunia untuk sebuah perubahan, sebuah penemuan, atau sebuah kebaikan yang kita lakukan untuk lingkungan sekitar kita. pernahkah terbersit apakah kita sudah benar2 bermanfaat bagi lingkungan sekitar kita, tidak usah berfikir apa manfaat kita pada dunia. tapi coba pikir dalam skala kecil. Berilah manfaat bagi lingkungan sekitarmu lebih dahulu. Berbuat baiklah, karena dunia ini adalah tempat untuk menyebarkan kebaikan, bukan keburukan. Bukankah itu yang juga diinginkan oleh para pahlawan wanita?

2 comments

Keren sekali tulisan mba Ai ini...

Bagian yang keren berarti yang ngopas dari wikipedia hehhe
Terima kasih sudah mampir


EmoticonEmoticon