Sunday, October 16, 2016

Belajar Dari Teman: Proses Pencapaian Hidup

Pernah nggak sih, kita terbawa dalam pemikiran iri ketika melihat banyak sekali orang2 yang jauh lebih pintar di atas kita? Munafik bila kita bilang tak pernah merasa iri dengan pencapaian orang lain.

Kesel nggak saat kita tahu teman kita yang nilai ualangannya selalu bagus padahal dia nggak belajar, sedangkan kita mati2an belajar sampe bergadang tapi asih aja jelek? Kesel kan pastinya.

Tapi, readers, rupanya semua itu adalah sesuatu hal yang tidak bisa dibandingkan. Ya, orang per orang tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Manusia diciptakan dengan segala keunikannya oleh Tuhan. Satu dan yang lainnya mempunyai ciri khas tersendiri. Saya belum benar2 paham konsep ini, sampai kemarin, saya berbincang dengan salah satu teman saya yang luar biasa, Yudhi Nugraha.

Saya, termasuk dalam kategori manusia berkemampuan menengah ke bawah. Dimana segala sesuatunya tidak bisa saya dapatkan hanya dengan biasa2 saja tanpa usaha keras. Dimana segala sesuatunya tidak bisa saya dapatkan hanya karena koneksi orang tua. Apalah bapak saya cuma seorang guru SMP di kota kecil semata. Sehingga segala sesuatunya, saya harus bergerak sendiri, berusaha sendiri. Terkadang gagal, terkadang berhasil. Namun, ketika ada satu hal kecil yang menurut saya berhasil, saya akan merasa sangat senang. Seperti kepergian saya ke jepang. Seluruh keluarga saya sudah sangat senang. Menyanjung saya bak seorang yang paling pintar sedunia.

Karena keluarga kami merupakan keluarga kelas bawah yang tidak akrab dengan hal2 mewah, apalagi pergi ke luar negeri.

Namun, berbeda dengan orang2 yang memang sudah dilahirkan dari kalangan atas. Bagi mereka, bersekolah di Jepang, mungkin dianggap sebagai hal yang biasa saja. Toh, sepupunya ada yang kuliah ke Inggris atau Eropa. Sedangkan untuk ukuran saya, sepupu saya paling banter kuliah di UGM. Eh, malah belum ada yang kuliah di UGM dink hehehe. Namun, nggak menutup mata juga, bahkan ada banyak sekali teman2 kita diluar sana yang jangankan masuk universitas negeri, universitas terbuka aja sudah merupakan pencapaian tinggi baginya.

Readers, setiap manusia mewarisi gen yang dapat berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan. Jika ada banyak sekali meme atau istilah2 yang menyebutkan bahwa kesuksesan berasal dari 99% usaha dan 1% bakat, saya pikir itu kurang tepat. Saya akan lebih menyebutkan bahwa komposisinya adalah seimbang. 33% usaha, 33% bakat, 33% ekonomi, 1% faktor X.

Begini, sekeras apapun usaha kita, kalau kita nggak punya bakat dalam sebuah bidang, maka yang terjadi adalah gagal. Contohnya, orang mau jadi pelukis mau berusaha sekuat apapun, practice hard tiap hari, kalau nggak mengalir bakat seni sedikitpun di darahnya, nggak mungkin bisa menjadi seorang pelukis hebat semacam Da Vinci. mentok2 jadi sebatas hobi macam saya begini. Insting, akan selalu mengalir disertai dengan usaha keras untuk berkembang.

Kemudian, kenapa saya masukkan faktor ekonomi?
Begini. Ada 4 tipe perjalanan sukses seorang siswa dalam pandangan saya. Satu, yang kaya dan pintar. Dua,yang kaya namun tidak terlalu pintar. Tiga, yang miskin atau biasa saja tapi pintar. Empat, yang biasa saja dan tidak terlalu pintar.

Mana yang akan lebih cepat menjadi sukses?

Saya bilang, jawabannya adalah Tipe 1 dan 3, dilanjutkan tipe 2, dan yang paling lama suksesnya adalah tipe 4. Mengapa?

Tipe 1, wah, sudah tidak usah dibahas. Sudah pintar, keluarga mendukung, ekonomi lancar. Mau kuliah di oxford, tanpa beasiswa pun ok.

Tipe 3, adalah tipe yang mudah untuk menakhlukkan beasiswa apapun itu. Dan kita tahu banyak sekali kisah2 dari orang2 ber tipe-3 ini. Bahkan orang sekelas Bill gates sekalipun.

Tipe 2, come on. Tak berarti jelek di bidang akademis lantas tidak bisa sukses. Baiklah, mari kita ambil contoh alm Bob Sadino. Yang pernah sangat kontroversial dengan perkataannya "tidak perlu sekolah tinggi untuk jadi sukses". Asalkan keadaan ekonomi keluarga sudah bermodal untuk kamu melakukan bisnis, maka sukses akan segera kamu dapatkan. Yang penting tidak malas berusaha.

Nah, tipe 4 ini adalah tipe paling menyebalkan. Dan sialnya, saya termasuk dalam tipe 4 ini. Sudah nggak punya duit, nggak pinter lagi. Terus maunya apa??? Kadang2, manusia2 yang bergolongan 4 ini menjadi sangat ngenes hidupnya karena selalu ada di tengah2. Tak munafik, bahwa pastilah dalam hati kecil kita, ada keinginan untuk mendapatkan sebuah penghargaan. Best Poster Award barang kali, Best Contestant atau apapun. Satu kali saja. Kadang nyesek ketika sudah mati2an berusaha menampilkan yang terbaik, namun selalu saja kalah dengan hasil dari para tipe 1 dan 3 yang padahal mereka klaim sebagai "ah ini aku nggak belajar koq", atau "ah ini mah biasa aja". lebih kesel lagi kalau dia kemudian bercerita "wah, padahal aku baru bikin tadi malam". Oh helaaaawwwwwwwww, kita bikin hampir berminggu2 sambil nangis jungkir balik, tapi kenapa masih kalah lagi, kalah lagi???

Lantas kemudian para orang tua dan teman akan berkomentar semacam "dia itu pintar banget, susah untuk dikalahkan", atau "kamu kurang usaha sih". Oh..andai kau tahu....... Namun, apa boleh buat. Manusia bertipe 4 seperti saya ini hanya mampu berada di bagian penyeimbang antara yang pintar sekali dan kacau sekali. Dan mungkin saja dunia akan menjadi masam jika tidak ada kami.

Begitu pula dengan esensi pencapaian dalam hidup. Orang bertipe 1 dan 3 akan selalu mengatakan bahwa, hidup yang penting adalah bermanfaat bagi orang lain. Iya, betul. Karena mereka sudah sering meraih penghargaan. Nah, kita? Bagaimana mau menjadi bermanfaat apabila kita saja belum diakui? Tak bisa dipungkiri bahwa sekali saja kamu menang penghargaan, itu sangat berarti bagi kami. Bukan hanya sebagai ajang pamer, namun itu artinya bahwa kami pun bisa, kami pun mampu untuk menjadi lebih bermanfaat dari yang sudah kami lakukan sebelumnya. Tapi, siapa sih yang mau peduli dengan suara hati kami?

Akhir kata, apapun itu, sepahit apapun perjuangan kita, yakinlah bahwa suatu saat nanti kita pasti akan memetik hasil yang indah. Meskipun hanya satu kata "lulus". Sepertinya memang, itulah pencapaian tertinggi. Ah...hidup. Ya sudahlah.




EmoticonEmoticon